19 September 2007
Menjalani perjalanan baru
Melepas seluruh aku
Berserah pada kuasa-Mu
Hari ini, 3 bulan lalu
Tak berdaya di bawah pendar lampu operasi
Pasrah mengikuti skenario Sang Pemberi
Ikhlas menerima ujian Sang Penguji
Hari ini, 3 bulan lalu
Terima kasih atas semua
Kiriman do’a
Hantaran cinta
Terima kasih tak terhingga
Thursday, September 27, 2007
Saturday, September 15, 2007
Siputi
Jum’at, September 14, 2007 – 10:47 pm
Namanya Siputi. Tampilannya bening, putih, segar dan cantik. Aku bersamanya sejak 23 Agustus lalu. Sejak itu ia kerap menemaniku pergi. Kalau pas nggak ikut, dia tenang saja menunggu di rumah. Aku nggak perlu bawa oleh-oleh karena dia nggak ngambek kutinggal. Ia sangat menyenangkan, menuruti semua pintaku (ini penting! ;p) dan kooperatif.
Siputi adalah partner kerja, sahabat, tempat curhat, berkarya, belajar, sekaligus penghibur… rasanya dia bisa melakukan apa saja.
Hari ini seharian kami bersama; ngaji, ke masjid, Ciputat, Kuningan, Blok M. Juga melakukan sesuatu yang luar biasa… apa itu, nanti saja. Hari ini pertama kalinya Siputi shopping, jalan-jalan ke supermarket. Senang dia… ;p
Agak repot sebenarnya bawa Siputi. Karena aku belum menemukan tempat yang nyaman dan fashionable untuknya, juga untukku. Masih cari sana-sini, lihat sini-sana. Yang praktis tapi juga cantik, kokoh tapi juga feminin, nggak mencolok, aku lebih suka kalo backpack.
Oiya, sorry… kenalkan, Siputi: MacBook 2.16-White.
Namanya Siputi. Tampilannya bening, putih, segar dan cantik. Aku bersamanya sejak 23 Agustus lalu. Sejak itu ia kerap menemaniku pergi. Kalau pas nggak ikut, dia tenang saja menunggu di rumah. Aku nggak perlu bawa oleh-oleh karena dia nggak ngambek kutinggal. Ia sangat menyenangkan, menuruti semua pintaku (ini penting! ;p) dan kooperatif.
Siputi adalah partner kerja, sahabat, tempat curhat, berkarya, belajar, sekaligus penghibur… rasanya dia bisa melakukan apa saja.
Hari ini seharian kami bersama; ngaji, ke masjid, Ciputat, Kuningan, Blok M. Juga melakukan sesuatu yang luar biasa… apa itu, nanti saja. Hari ini pertama kalinya Siputi shopping, jalan-jalan ke supermarket. Senang dia… ;p
Agak repot sebenarnya bawa Siputi. Karena aku belum menemukan tempat yang nyaman dan fashionable untuknya, juga untukku. Masih cari sana-sini, lihat sini-sana. Yang praktis tapi juga cantik, kokoh tapi juga feminin, nggak mencolok, aku lebih suka kalo backpack.
Oiya, sorry… kenalkan, Siputi: MacBook 2.16-White.
Wednesday, September 12, 2007
Pir dan kamu
September 10, 2007 – 00.00 am
Aku suka buah pir. Yang hijau
Harum segarnya mengingatkan padamu
Aku suka buah pir. Yang hijau
Harum segarnya mengingatkan padamu
Reuni
September 9, 2007 – 10:15 pm
Hari ini ada reuni angkatanku. Lulusan ’86 SMP 1 dan ’89 SMA 1 & 2 Banyuwangi. Di kafe Gumati, Sentul. Karena satu dan lain hal aku nggak bisa datang.
Rencananya ada halal bi halal selepas lebaran. Sebagai lem perekat akan diadakan arisan.
Asyiik… bakal bertemu teman-teman yang sudah lama tak bertemu.
Hari ini ada reuni angkatanku. Lulusan ’86 SMP 1 dan ’89 SMA 1 & 2 Banyuwangi. Di kafe Gumati, Sentul. Karena satu dan lain hal aku nggak bisa datang.
Rencananya ada halal bi halal selepas lebaran. Sebagai lem perekat akan diadakan arisan.
Asyiik… bakal bertemu teman-teman yang sudah lama tak bertemu.
Kiriman kangen
September 8, 2007 – 11:27 pm
Sebulan ini ada banyak kiriman kangen.
Dari mantan client. Sengaja nelpon, “kangen, nduk.”
Dari teman seperjuangan di kantor lama, “gimana kabarnya? Kangen, mbak.”
Dari tanah kelahiran, “mbak, beneran besok nelpon, ya, ibuk kayaknya kangen banget.”
Dari teman ngontrak saat kuliah di Bandung, “kita kok nggak jadi ketemuan ya. Udah kangen, nih.”
Dari teman SMP sekaligus SMA, “wah aku kangen banget, mudah2an bisa ketemu nanti.”
Senangnya…
Ada yang lagi kangen padaku?
Ayo, ungkapkan
Tak perlu ragu
Aku menunggu…
Sebulan ini ada banyak kiriman kangen.
Dari mantan client. Sengaja nelpon, “kangen, nduk.”
Dari teman seperjuangan di kantor lama, “gimana kabarnya? Kangen, mbak.”
Dari tanah kelahiran, “mbak, beneran besok nelpon, ya, ibuk kayaknya kangen banget.”
Dari teman ngontrak saat kuliah di Bandung, “kita kok nggak jadi ketemuan ya. Udah kangen, nih.”
Dari teman SMP sekaligus SMA, “wah aku kangen banget, mudah2an bisa ketemu nanti.”
Senangnya…
Ada yang lagi kangen padaku?
Ayo, ungkapkan
Tak perlu ragu
Aku menunggu…
Masakan Azka
Ciputat - Selasa, September 4, 2007 – 10:00 pm
Makan malam tadi dimasak oleh Azka, keponakan kedua saya yang duduk di kelas 4 SD.
Ia masak nasi – dengan magic jar – mengikuti panduan yang diberikan uminya: berapa banyak berasnya, dicuci berapa kali, seberapa tinggi airnya. Saat magic jar bekerja ia khawatir, “kayaknya Adek kebanyakan ngasih airnya, deh, Mi.” Adek adalah nama panggilannya.
Adek juga bikin telur ceplok. Kuningnya melebar, kering, tak ada pinggiran yang gosong. Rasanya, hmm… tak ada gundukan garam yang mengejutkan. Enak.
Nasinya? Pas. Tidak lembek, tidak keras.
Dek, makasih ya, makan malamnya.
Makan malam tadi dimasak oleh Azka, keponakan kedua saya yang duduk di kelas 4 SD.
Ia masak nasi – dengan magic jar – mengikuti panduan yang diberikan uminya: berapa banyak berasnya, dicuci berapa kali, seberapa tinggi airnya. Saat magic jar bekerja ia khawatir, “kayaknya Adek kebanyakan ngasih airnya, deh, Mi.” Adek adalah nama panggilannya.
Adek juga bikin telur ceplok. Kuningnya melebar, kering, tak ada pinggiran yang gosong. Rasanya, hmm… tak ada gundukan garam yang mengejutkan. Enak.
Nasinya? Pas. Tidak lembek, tidak keras.
Dek, makasih ya, makan malamnya.
Wednesday, September 5, 2007
Oleh-oleh
Oleh-oleh selalu membuatku senang. Setiap dapat oleh-oleh, sesepele apapun, aku selalu merasa seolah-olah dapat kiriman rasa sayang dan perhatian.
Aku pun senang memberi oleh-oleh. Terutama untuk keluargaku. Kalau jalan-jalan atau lagi tugas luar, bisa dipastikan setengah budget untuk oleh-oleh keluarga besarku. Ya, 9 saudara kandung, 5 saudara ipar dan 7 keponakan. Harus rata kan. Dan tentunya untuk Abah Ibuk tercinta. Belum lagi kanan-kiri yang laen.
Biasanya yang suka bawa oleh-oleh itu kaum hawa. Tapi jangan salah loh, (sebagian) kaum adam juga suka ngasi oleh-oleh. Kakak laki-lakiku, Mas Aad, termasuk yang suka banget bawa oleh-oleh dan mau direpotin untuk bawa oleh-oleh.
Ada lagi kaum adam yang menurutku sangat dahsyat semangat oleh-olehya. Teman sekantor dulu, namanya Mas Anto. Tak terhitung oleh-oleh yang kuterima darinya. Pergi kemana saja, hampir dipastikan aku dapat jatah. Pergi ke Bandung aja nyempetin beli oleh-oleh, dan itu bukan makanan. Senangnya, ia sering bepergian, dalam dan luar negeri. Nah, kalau begini aku yang sumringah.
Oleh-oleh yang dibawanya macam-macam. Mulai dari souvenir khas negara, kaos, pashmina, jaket, kalung, dll. Yang paling sering tas, seingatku ada 5 tas koleksiku dari Mas Anto. Cara ngasihnya juga beraneka cara, kadang tiba-tiba sudah terpajang manis di meja, tak jarang dikasih langsung atau ngasih sembunyi-sembunyi. Haha… kalau ini artinya hanya aku yang dapat, atau punyaku spesial.
Yang lucu, kadang yang dibawanya bisa hal yang remeh temeh. Pulang makan siang misalnya ia ngasih brosur, “nih, oleh-oleh… kan kamu suka ngumpulin.” Apaaa, coba… hahaha.
Aku terkadang heran dengan semangat oleh-olehnya. Juga malu sendiri karena jarang banget gantian ngasi oleh-oleh. Suatu kali ia bilang pada seorang teman, “ngasih Shobi tuh enak, dikasih apa aja pasti seneng dan dipake.” Hehehe. Ya, aku selalu mencoba menghargai pemberian seseorang. Masalah suka nggak suka urusan gampang.
Aku pernah ngasi seseorang oleh-oleh dari suatu perjalanan. Sebuah kaos merah dengan bordiran tempat yang kukunjungi. Sayangnya, hingga sekarang aku belum pernah melihatnya memakai kaos itu. Sedih? Hhhmm… iya.
Ciputat, 5 September 2007 – 01.15 am
Aku pun senang memberi oleh-oleh. Terutama untuk keluargaku. Kalau jalan-jalan atau lagi tugas luar, bisa dipastikan setengah budget untuk oleh-oleh keluarga besarku. Ya, 9 saudara kandung, 5 saudara ipar dan 7 keponakan. Harus rata kan. Dan tentunya untuk Abah Ibuk tercinta. Belum lagi kanan-kiri yang laen.
Biasanya yang suka bawa oleh-oleh itu kaum hawa. Tapi jangan salah loh, (sebagian) kaum adam juga suka ngasi oleh-oleh. Kakak laki-lakiku, Mas Aad, termasuk yang suka banget bawa oleh-oleh dan mau direpotin untuk bawa oleh-oleh.
Ada lagi kaum adam yang menurutku sangat dahsyat semangat oleh-olehya. Teman sekantor dulu, namanya Mas Anto. Tak terhitung oleh-oleh yang kuterima darinya. Pergi kemana saja, hampir dipastikan aku dapat jatah. Pergi ke Bandung aja nyempetin beli oleh-oleh, dan itu bukan makanan. Senangnya, ia sering bepergian, dalam dan luar negeri. Nah, kalau begini aku yang sumringah.
Oleh-oleh yang dibawanya macam-macam. Mulai dari souvenir khas negara, kaos, pashmina, jaket, kalung, dll. Yang paling sering tas, seingatku ada 5 tas koleksiku dari Mas Anto. Cara ngasihnya juga beraneka cara, kadang tiba-tiba sudah terpajang manis di meja, tak jarang dikasih langsung atau ngasih sembunyi-sembunyi. Haha… kalau ini artinya hanya aku yang dapat, atau punyaku spesial.
Yang lucu, kadang yang dibawanya bisa hal yang remeh temeh. Pulang makan siang misalnya ia ngasih brosur, “nih, oleh-oleh… kan kamu suka ngumpulin.” Apaaa, coba… hahaha.
Aku terkadang heran dengan semangat oleh-olehnya. Juga malu sendiri karena jarang banget gantian ngasi oleh-oleh. Suatu kali ia bilang pada seorang teman, “ngasih Shobi tuh enak, dikasih apa aja pasti seneng dan dipake.” Hehehe. Ya, aku selalu mencoba menghargai pemberian seseorang. Masalah suka nggak suka urusan gampang.
Aku pernah ngasi seseorang oleh-oleh dari suatu perjalanan. Sebuah kaos merah dengan bordiran tempat yang kukunjungi. Sayangnya, hingga sekarang aku belum pernah melihatnya memakai kaos itu. Sedih? Hhhmm… iya.
Ciputat, 5 September 2007 – 01.15 am
Puisi rindu
Rindu #1
aku ingin cerita padamu
simpan hanya untukmu
janji?
“aku rindu kamu”
Rindu #2
kau tahu aku rindu kamu?
rindu yang menyesap
rindu yang mengendap
rindu yang mengarat
yang hampir meracuni diriku
tolonglah aku
ambil rindu ini
biar ia tak mengarat
agar ia tak meracun
Rindu #3
kau tahu dimana kusimpan rinduku?
pada aliran darah yang melambat
karena pekat oleh rinduku padamu
pada bilik jantung yang membesar
karena penuh oleh rinduku padamu
pada rongga paru yang mengembang
karena tertiup oleh rinduku padamu
pada deru nafas yang menggebu
karena sarat oleh rinduku padamu
dimana kau simpan rindumu padaku?
Benda - 1 September 08:39 pm
aku ingin cerita padamu
simpan hanya untukmu
janji?
“aku rindu kamu”
Rindu #2
kau tahu aku rindu kamu?
rindu yang menyesap
rindu yang mengendap
rindu yang mengarat
yang hampir meracuni diriku
tolonglah aku
ambil rindu ini
biar ia tak mengarat
agar ia tak meracun
Rindu #3
kau tahu dimana kusimpan rinduku?
pada aliran darah yang melambat
karena pekat oleh rinduku padamu
pada bilik jantung yang membesar
karena penuh oleh rinduku padamu
pada rongga paru yang mengembang
karena tertiup oleh rinduku padamu
pada deru nafas yang menggebu
karena sarat oleh rinduku padamu
dimana kau simpan rindumu padaku?
Benda - 1 September 08:39 pm
Saya memiliki siang
Menjadi freelancer membuat saya menemukan siang. Dulu saat kerja kantoran saya hanya mengenal pagi dan malam. Pagi dan malam adalah milik saya. Siang milik kantor. Terkadang kantor nakal, ia mengambil pagi dan malam saya juga.
Sekarang saya memiliki siang. Ya, siang saya. Siang yang bisa saya isi apa saja, bebas semau saya. Bebas melakukan apa saja, terserah saya. Termasuk yang dulu tabu atau tak bisa saya lakukan. Apa aja?
- Nonton.
Bersama seorang teman sesama freelancer, saya nonton Kamis siang. Agak sedikit aneh memang. Apalagi sebelum nonton saya sempat ketemuan dengan dua teman yang tidak memiliki siang alias kerja kantoran. Sebenarnya saya sudah provokasi mereka sekuat tenaga agar bolos barang 2 jam dan nonton. Hasilnya, nol besar, mereka tidak terprovokasi. Ya iyalah….
Saat masuk studio hanya ada 4 orang, termasuk saya dan teman. Saya bilang ke teman saya, “wah, kita pemilik 25% saham studio ini.” Dia tertawa mengiyakan. Hingga film berakhir ada 10 orang yang nonton, wah, saham saya turun jadi 10%... hahaha.
Terus terang saya sedikit menyesal, kenapa dulu nggak sempat ‘nakal’: bolos siang buat nonton, hehe.
- Tidur siang, tidur siang, tidur siang!!!
Menyenangkan sekali, meski saat bangun saya sempat hilang frekwensi: hari ini sabtu apa minggu ya… Saya adalah penyuka tidur, jadi menemukan tidur siang laksana oase di padang pasir, hahaha.
- Pengajian.
Dulu agak sulit saya lakukan. Senang rasanya sekarang bisa membuat siang yang gerah menjadi lebih sejuk.
Ah, senangnya… saya memiliki pagi, siang, dan malam…
Benda - Sabtu, 1 september, 2007, 2:02 am
Sekarang saya memiliki siang. Ya, siang saya. Siang yang bisa saya isi apa saja, bebas semau saya. Bebas melakukan apa saja, terserah saya. Termasuk yang dulu tabu atau tak bisa saya lakukan. Apa aja?
- Nonton.
Bersama seorang teman sesama freelancer, saya nonton Kamis siang. Agak sedikit aneh memang. Apalagi sebelum nonton saya sempat ketemuan dengan dua teman yang tidak memiliki siang alias kerja kantoran. Sebenarnya saya sudah provokasi mereka sekuat tenaga agar bolos barang 2 jam dan nonton. Hasilnya, nol besar, mereka tidak terprovokasi. Ya iyalah….
Saat masuk studio hanya ada 4 orang, termasuk saya dan teman. Saya bilang ke teman saya, “wah, kita pemilik 25% saham studio ini.” Dia tertawa mengiyakan. Hingga film berakhir ada 10 orang yang nonton, wah, saham saya turun jadi 10%... hahaha.
Terus terang saya sedikit menyesal, kenapa dulu nggak sempat ‘nakal’: bolos siang buat nonton, hehe.
- Tidur siang, tidur siang, tidur siang!!!
Menyenangkan sekali, meski saat bangun saya sempat hilang frekwensi: hari ini sabtu apa minggu ya… Saya adalah penyuka tidur, jadi menemukan tidur siang laksana oase di padang pasir, hahaha.
- Pengajian.
Dulu agak sulit saya lakukan. Senang rasanya sekarang bisa membuat siang yang gerah menjadi lebih sejuk.
Ah, senangnya… saya memiliki pagi, siang, dan malam…
Benda - Sabtu, 1 september, 2007, 2:02 am
Penyejuk hati
Saat gundah melanda, kiriman seperti ini bisa menyejukkan hati.
Dari Ateq dan Agil... adek-adekku yang ganteng ;p
Akan Selalu Ada Bunga Untukmu
Bila ada satu titik hitam dalam diri
Bukankah selalu ada putih yang menyelimuti
Bila awan begitu gelap
dan hujan turun dengan derasnya
Bukankah akan ada pelangi yang indah menemani
Bila luruh dan rapuh ada dalam diri
Bukankah ada Dia yang selalu ada dalam hatimu
Memelukmu hangat
Menenangkan...
Dan bila semua itu telah berlalu
Akan selalu ada bunga untukmu
Selalu
Selamanya!
Jkt, 13/04/07
Ahmad Muttaqin
---
Andai ku bisa ku ingin ada di sampingmu
Andai ku bisa ku ingin menemanimu
Andai ku bisa ku ingin mendampingimu
Tapi sekarang hanya do’aku yang bisa menemani
Jaga kesehatan selalu
16 Juni 2007
Agil
Dari Ateq dan Agil... adek-adekku yang ganteng ;p
Akan Selalu Ada Bunga Untukmu
Bila ada satu titik hitam dalam diri
Bukankah selalu ada putih yang menyelimuti
Bila awan begitu gelap
dan hujan turun dengan derasnya
Bukankah akan ada pelangi yang indah menemani
Bila luruh dan rapuh ada dalam diri
Bukankah ada Dia yang selalu ada dalam hatimu
Memelukmu hangat
Menenangkan...
Dan bila semua itu telah berlalu
Akan selalu ada bunga untukmu
Selalu
Selamanya!
Jkt, 13/04/07
Ahmad Muttaqin
---
Andai ku bisa ku ingin ada di sampingmu
Andai ku bisa ku ingin menemanimu
Andai ku bisa ku ingin mendampingimu
Tapi sekarang hanya do’aku yang bisa menemani
Jaga kesehatan selalu
16 Juni 2007
Agil
Monday, September 3, 2007
Menjadi bahagia
11.17 malam - hp berbunyi, sebuah sms dari seorang teman lama di Bandung.
"Shob, menurut kamu bisa nggak kita bahagia seperti dalam dongeng"
Please... mata sudah siap merem, posisi enak untuk tidur sudah saya temukan. Ya, saya agak bermasalah menemukan posisi tidur yang 'pw': tangan di bawah kepala atau di samping, kaki ditekuk atau lurus, mau miring atau telentang...
Bahagia... emmmh, mau nggak mau mata jadi agak melek. Ya, siapa yang nggak mau bahagia. Coba, kalau saya tanya, "siapa yang tidak ingin bahagia?" Saya yakin tak satu tangan pun teracung.
Menjadi bahagia adalah keinginan tiap orang. Naluriah. Tapi bahagia versi dalam dongeng adalah bahagia penuh luka, duka dan air mata. Oke, bahagia terkadang menjadi akhir dari sebuah perjuangan. Tapi nggak perlu gitu-gitu amat kali yah. Coba deh, mungkin kita bisa bahagia dengan hal remeh temeh yang selama ini nggak kita sadari.
Saya bersyukur gampang sekali dibuat senang, dibuat bahagia (hehe, gampang juga dibuat marah). Ketika bos (dulu) sms 'thx' atau 'good job' saya happy. Pakai seprei baru dicuci, saya langsung bisa tidur nyenyak. Keponakan bikin surat ke saya yang cuma ditulisi 'bunda shobi' (karena baru itu yang bisa dia tulis dengan bantuan ayahnya) saya senang. Ketemu segelas jus setelah muter-muter di tanah abang dan yang dicari nggak ketemu, saya langsung adem.
Bahkan naik mobil aja bisa bikin saya bahagia. Naik mobil nggak mesti jalan-jalan. Asal naik mobil aja, saya sudah senang... hehe. Teman saya Mas Anto sampe bilang, "gampang banget bikin kamu happy, cuma muter-muter naik mobil aja senengnya minta ampun..." Hahaha. Apalagi kalo saya dikasih gift atau oleh-oleh... wuaahaah, happy tenang.
Hhhmmm... mungkin yang terpenting kita selalu mencoba mensyukuri yang kita terima ya. Itu aja dulu. Itu akan membuka pintu-pintu bahagia. Jadi nggak usah muluk-muluk.
Ibuk saya selalu berpesan, "apa yang terjadi dalam hidup ini dijalani, dinikmati, disyukuri." Terus terang saya senang mendengarnya, meskipun pesan ini berulang-ulang saya terima (bener, sering banget, kalau saya telpon 4 kali, 2 kalinya pasti ada, hihi).
"Lis, menjadi bahagia tak perlu jadi putri dalam dongeng. Bahagia adalah hak kita. Bisa kita miliki. Dan yang terpenting, kita sendiri yang bisa menciptakannya."
"Shob, menurut kamu bisa nggak kita bahagia seperti dalam dongeng"
Please... mata sudah siap merem, posisi enak untuk tidur sudah saya temukan. Ya, saya agak bermasalah menemukan posisi tidur yang 'pw': tangan di bawah kepala atau di samping, kaki ditekuk atau lurus, mau miring atau telentang...
Bahagia... emmmh, mau nggak mau mata jadi agak melek. Ya, siapa yang nggak mau bahagia. Coba, kalau saya tanya, "siapa yang tidak ingin bahagia?" Saya yakin tak satu tangan pun teracung.
Menjadi bahagia adalah keinginan tiap orang. Naluriah. Tapi bahagia versi dalam dongeng adalah bahagia penuh luka, duka dan air mata. Oke, bahagia terkadang menjadi akhir dari sebuah perjuangan. Tapi nggak perlu gitu-gitu amat kali yah. Coba deh, mungkin kita bisa bahagia dengan hal remeh temeh yang selama ini nggak kita sadari.
Saya bersyukur gampang sekali dibuat senang, dibuat bahagia (hehe, gampang juga dibuat marah). Ketika bos (dulu) sms 'thx' atau 'good job' saya happy. Pakai seprei baru dicuci, saya langsung bisa tidur nyenyak. Keponakan bikin surat ke saya yang cuma ditulisi 'bunda shobi' (karena baru itu yang bisa dia tulis dengan bantuan ayahnya) saya senang. Ketemu segelas jus setelah muter-muter di tanah abang dan yang dicari nggak ketemu, saya langsung adem.
Bahkan naik mobil aja bisa bikin saya bahagia. Naik mobil nggak mesti jalan-jalan. Asal naik mobil aja, saya sudah senang... hehe. Teman saya Mas Anto sampe bilang, "gampang banget bikin kamu happy, cuma muter-muter naik mobil aja senengnya minta ampun..." Hahaha. Apalagi kalo saya dikasih gift atau oleh-oleh... wuaahaah, happy tenang.
Hhhmmm... mungkin yang terpenting kita selalu mencoba mensyukuri yang kita terima ya. Itu aja dulu. Itu akan membuka pintu-pintu bahagia. Jadi nggak usah muluk-muluk.
Ibuk saya selalu berpesan, "apa yang terjadi dalam hidup ini dijalani, dinikmati, disyukuri." Terus terang saya senang mendengarnya, meskipun pesan ini berulang-ulang saya terima (bener, sering banget, kalau saya telpon 4 kali, 2 kalinya pasti ada, hihi).
"Lis, menjadi bahagia tak perlu jadi putri dalam dongeng. Bahagia adalah hak kita. Bisa kita miliki. Dan yang terpenting, kita sendiri yang bisa menciptakannya."
Subscribe to:
Posts (Atom)